Kamis, 29 Desember 2011

Hati merdeka (Merah putih III)



Hati Merdeka
★☆☆☆☆ | ★★☆☆☆☆☆☆☆☆
“Alasan anda untuk menonton film ini hanya satu, yaitu nasionalisme. Yang lain? Lupakan saja.”
Informasi Seputar Film “Hati Merdeka” (Merah Putih 3)
Film Hati Merdeka (Merah Putih 3) adalah film yang bertemakan peperangan dengan unsur nasionalisme. Agak sulit sebenarnya menilai film ini, saya sadar akan di cerca dengan mengabaikan unsur tujuan dari film ini yaitu menumbuhkan nasionalisme. Saya cukup yakin bahwa film ini bakal mendapat good review dari beberapa kalangan. Percaya atau tidak? kita lihat nanti. Saya hanya ingin membahas film ini dari segi yang saya sudah tetapkan dari awal. Saya akan pure menggunakan penilaian selera saya terhadap film ini. Yang artinya, saya tidak akan ada unsur mengkasihani, membandingkan dengan film-film hantu, bahkan menjunjung tinggi nilai nasionalismenya. Saya akui, film ini sarat dengan nilai nasionalisme. Sayang dari segi lainnya? LUPAKAN SAJA. Jadi, bagi yang menganggap film ini bagus, saya rasa anda tidak perlu melanjutkan membaca tulisan saya tentang film ini karena saya tidak berniat untuk menepuktangani melainkan menamparinya.
Lupakan cerita sebelumnya, yah serius, lupakan apa yang terjadi sama film sebelumnya. Anda tak perlu takut bahwa anda akan ketinggalan cerita atau merasa gak akan nyambung sama film ketiga kalau belum menonton yang pertama atau kedua. Saya pribadi belum menonton yang pertamanya dan merasa tidak kesulitan untuk mengenali keseluruhan cerita di film ketiga Merah Putih. Seperti saya bilang, lupakan apa yang disuguhkan film ini dalam segi cerita. Cerita utama di film ini singkat yaitu membunuh kolonel Raymer. Dah cuman segitu, sisanya baru ditempelin cerita tambahan seperti drama romantis, dilema seorang kapten, kecemburuan dan hal gak penting lainnya. Kenapa tidak penting? yah karena adegan-adegan tersebut tidak ada hubungannya dan tidak mempengaruhi cerita utamanya. Awalnya saya kira kisah tempelan itu bakal mempengaruhi cerita utamanya, eh tahu-tahunya tidak sama sekali. Kecewa? tentu jelas. Dengan cerita super biasa ditambah adegan-adegan gak penting membuat film ini semakin hambar dan membosankan. Belum lagi karena kekonyolan ceritanya bahkan sempat saya tertawai juga adegannya. Yang niatnya mau drama, jatuhnya ke komedi. Ah, gagal.
Oke, maju ke bagian dialog atau naskahnya. Yang membuat saya terganggu adalah gaya bahasanya. Yah, gaya bahasanya. Entah kenapa, rasanya agak aneh. Tapi, yang membuat saya kecewa bukan gaya bahasanya melainkan dialognya yang begitu mini dan terang-terangan. Semisal, saat SPOILER ALERT! Amir (Lukman Sardi) menolak untuk ikut ke misinya. Dengan singkat, dia hanya bilang tidak. Tidak ada adu mulut yang terjadi, yang ada malah adu mulut sama yang bisu. Dari adegan tersebut, saya bisa saja menyimpulkan bahwa penulis begitu malas membuat dialog di film ini. Yang ada, adegan dengan dialog sedikit dan lebih banyak adegan tak bersuara yang begitu lama durasinya. Ohh, membosankan. Tapi, penulis mengakali keterbatasan dialog di film ini dengan menempeli adegan nasionalisme (entah dalam bentuk dialog ataupun tidak. Tapi kayaknya dalam bentuk non-verbal. Kan dah ketahuan malasnya penulis). Untuk adegan aksinya, Yah, tidak ada bedanya dengan yang kedua, sangat tidak masuk akal dan berlebih-lebihan. Saya ambil yang bagian terakhirnya ajah deh. Awalnya dikepung sama tentara Raymer, eh tiba-tiba dalam sekejap dan tanpa jelas, keadaan berbalik dengan cepat dan dengan konyol. Sudah terekspos dilapangan tapi tidak ketembak-ketembak. Yah, anggap ajah beruntung. Ada lagi adegan yang mengawali tertawaan saya, yaitu adegan dimana kelompok Amir kabur dari tempat klub (atau apalah namanya. hehe). Apa coba yang konyol? kabur kok lewat arah depan, yah lewat belakang dong kalau gak mau ditembak. Benar-benar sengaja untuk diekspos (lewat depan musuh). Saya melihat hal itu sebagai adegan yang benar-benar kaya dengan nasionalisme. Maksudnya adalah, entah apapun resikonya, sang pahlawan tetap maju kedepan. Yah, menurut saya itu sangat tidak masuk akal dan berlebihan. terlebih lagi gak ada yang ketembak-tembak. hahaha. :)
Cukup bicara naskah yang sebenarnya bisa diperpanjang. Sayang, saya sudah lupa lagi adegan-adegannya secara jelas. Bicara pemain, yang saya suka dari film ini adalah karakter yang dibawa Lukman Sardi. Kenapa tidak? saya selalu merasa kasihan ajah melihat ekspresi Amir yang begitu memelas dan kasihan (entah memang sengaja atau tidak). Belum lagi, ada beberapa adegan yang mengingatkan saya dengan aktingnya di Sang Pencerah. Contohnya, pada saat Amir bermain biola. Amir, okelah. Bagaimana dengan yang lain? saya masih suka dengan ekspresi lepas dari Marius (Darius Sinathrya). Walaupun ada beberapa bagian yang terlihat dipaksakan. Tapi yang bikin saya jengkel ternyata adegan pertamanya yang begitu aneh dan lucu. Mereka mencoba menyamar menjadi pelayan di klub tersebut tapi dengan melihat mimik muka mereka, saya pun tahu bahwa mereka adalah mata-mata. Aduh, aneh. Dari awal adegan saja sudah saya kasih facepalm. Yang aman diadegan tersebut yah Amir dan Tomas. Tomas menunjukkan aksennya yang unik, sayang saya agak kesulitan mendengarkannya. Mungkin karena saya kurang terbiasa dengan dialeknya. Dah cukup dengan akting pemainnya. Malas ngomonginnya.
Satu hal yang saya suka dari film sebelumnya adalah scoringnya. Dan ternyata, scoring di film ketiga ini masih dapat dibilang oke. Memang ada beberapa adegan yang background song-nya begitu aneh. Tapi pas bagian vocalizing-nya Muantep. Kalau dilihat dari instrumen yang digunakan dalam penyusunan musiknya masih tergolong sedikit yah. Masih cenderung ke bagian string. cmiiw. Tapi sejauh ada salah satu musik yang saya suka, setidaknya saya bisa bilang penataan musik di film ini hanya oke. Bicara sound mixing, masing-masing track sangat rapih disusunnya. Dan sound editingnya juga mantep! suara ledakan, suara tembakannya mulus. Tidak ada bagian yang bikin telinga saya terganggu. Untuk segi audio, film ini TOP. Sekarang saya akan berbicara visualnya, untuk art direction gak ada masalah sepertinya, dimata saya visualisasinya sangat menarik. Walaupun menurut saya gambarannya terlalu rapih. hehe. Salah satu visualisasi yang menurut saya menarik adalah pada saat SPOILER ALERT! di lautan. Sayang, ambil gambarnya masih terlihat terbatas (didarat/dikapal), kan sebenarnya menarik kalau di ambil gambarnya dari atas. Tapi, dengan melihat birunya laut sebenarnya dah menyegarkan mata. Bagaimana dengan adegan peperangannya (didarat)? OKE. Terlepas dari kekonyolan naskahnya, adegan peperangannya sangat menarik untuk ukuran film berbahasa indonesia. Dengan dibantu sound yang oke, visualisasi ledakannya semakin mantap dinikmati.
Overall, film ini sangat berkualitas dari segi audio dan visual. Tapi, dari segi cerita dan naskah, boooo. Mungkin alasan yang anda bisa pakai untuk menonton film ini hanya unsur nasionalismenya. Film ini gagal di segi cerita dan naskah. Sangat disayangkan sekali. Saya menonton film ini In Digital (D-Cinema), yang benar-benar memanjakan mata. Gambar jernih, terang. Pokoknya TOP deh visual dan audionya. Setidaknya dengan visual seperti itu, film ini sangat layak ditonton di bioskop. Akhir kata, saya memang memuja visual dan audionya, tapi saya tidak punya rasa ampun di cerita dan naskah. Dan untuk ukuran film penutup trilogi, film ini gagal menyuguhkan konklusi dari kedua seri sebelumnya.
download filmnya kawan.....
disini
lihat video trailernya :

dikutip dari : http://bicarafilm.com/baca/2011/06/10/hati-merdeka.html